Santo Dominikus — Defensor fidei
Dominikus de Guzman dilahirkan di utara Spanyol. Dia adalah seorang mahasiswa yang cerdas dan saleh dan sejak awal tanpa henti-hentinya membiasakan kehidupan matiraga yang ia latih dan galakkan di kemudian hari, ditambah dengan beramal besar bagi sesama. Dia ditahbiskan sekitar usia dua puluh lima tahun, dan menjadi kanon Agustinian di katedral di Osma. Pada tahun 1203, Raja Alfonso dari Castile mengirim uskupnya dalam misi diplomatik ke Perancis untuk bernegosiasi pasangan yang cocok bagi puteranya, dan Uskup Diego membawa Dominikus bersamanya. Pada perjalanan inilah, saat bepergian di wilayah Toulouse, Dominikus pertama kalinya berjumpa dengan pengaruh antagonis dalam hidupnya yang menghasilkan buah-buah abadi. Daerah ini, Languedoc, hampir seluruhnya dikuasai ajaran sesat Albigensian dimana seluruh dunia materialistik diyakini jahat dan karenanya bunuh diri adalah tindakan terpuji, sementara melahirkan adalah kejahatan yang diwujudkan dari roh yang murni.
Misi mereka berakhir sebelum waktunya dengan kematian puteri yang dimaksud dan ia menggunakan kesempatan itu untuk mengunjungi Roma, kemudian paus Innocentius III, memberi mereka misi untuk berkhotbah di wilayah-wilayah negara Perancis yang terutama telah menyerah kepada ajaran sesat. Di Romalah Dominikus berteman dengan St. Fransiskus dari Assisi, yang juga memperkenalkan bunga rampai baru bagi kebun anggur Gereja. Cistercian sudah berusaha menegur bidah, tapi Dominikus pada gilirannya menegur Cistercian, memanggil mereka untuk membuang kereta bagasi mereka yang berisi bahan makanan dan pakaian karena itu merusak kredibilitas mereka dimuka publik, yang sedang terkesan dengan semangat kuat untuk melepaskan kepemilikan yang menjadi keunggulan Albigensian.
Dengan demikian, kemiskinan dipadu dengan khotbah menjadi dua pilar Ordo barunya. Saat itu tahun 1214. St. Dominikus, yang melihat bahwa dalamnya dosa manusia menghalangi pertobatan dari Albigensian, menarik diri kedalam hutan didekat Toulouse, dimana ia berdoa terus-menerus selama tiga hari tiga malam. Selama waktu ini ia tidak melakukan apapun kecuali menangis dan melakukan silih yang keras untuk meredakan amarah Allah. Dia menerapkan disiplin tinggi sehingga tubuhnya terkoyak, dan akhirnya dia terjatuh kedalam koma.
Di titik inilah Bunda Maria menampakkan diri kepadanya, didampingi tiga malaikat, dan dia berkata, "Dominikus terkasih, apakah kamu tahu senjata apa yang Tritunggal Mahakudus hendak gunakan untuk mengubah dunia?" "Oh, Ibuku," jawab St. Dominikus, "Engkau mengetahui jauh lebih baik daripadaku, karena setelah Puteramu Yesus Kristus engkaulah yang selalu menjadi alat utama keselamatan kami."
Kemudian Bunda Maria menjawab, "Aku ingin engkau ketahui bahwa, dalam perang seperti ini, senjata utama selalu adalah Mazmur Malaikat (Salam Maria), yang merupakan batu fondasi dari Perjanjian Baru. Oleh karena itu, jika kamu ingin mencapai jiwa-jiwa yang mengeras ini dan memenangkan mereka kepada Allah, khotbahkanlah Mazmurku."
Maka dia bangkit, terhibur, dan terbakar dengan semangat untuk mempertobatkan orang-orang di daerah itu, ia langsung pergi ke katedral. Seketika itu juga malaikat yang tak terlihat membunyikan lonceng untuk mengumpulkan orang, dan St. Dominikus mulai berkhotbah.
Pada awal khotbahnya, terjadi badai yang mengerikan, bumi berguncang, matahari menjadi gelap, dan ada begitu banyak guntur dan petir sehingga semua merasa sangat ketakutan. Bahkan lebih besar lagi rasa takut mereka, ketika melihat ke lukisan Bunda Maria yang dipajang di tempat utama, mereka melihat Bunda Maria mengangkat lengannya ke surga tiga kali memanggil kebawah pembalasan Allah atas mereka jika mereka gagal bertobat, untuk mengubah hidup mereka, dan mencari perlindungan Bunda Allah yang kudus.
Lewat fenomena adikodrati ini, Allah berharap untuk menyebarkan devosi baru Rosario suci dan membuatnya lebih dikenal luas.
Akhirnya, pada saat St. Dominikus berdoa, badai berhenti, dan ia melanjutkan berkhotbah. Dengan penuh kesungguhan dan daya tarik dia menjelaskan betapa penting dan berharganya doa Rosario sehingga hampir semua orang dari Toulouse menerimanya dan meninggalkan keyakinan palsu mereka. Dalam waktu yang sangat singkat perbaikan besar terlihat di kota itu; masyarakat mulai hidup secara Kristiani dan menghentikan kebiasaan buruk mereka sebelumnya.
Mukjizat lain terjadi saat debat publik dengan lawan-lawannya, ketika mereka menantang dia untuk melemparkan kertasnya ke dalam api dengan tantangan bahwa jika ajaran itu benar, kertas tak akan terbakar. Tiga kali mereka melemparkannya ke api dan tiga kali terlontar keluar tanpa cacat!
Tapi Albigensian ini sangat keras kepala. Lebih dari sekali hidup Dominikus berada dalam bahaya. Setiap kali, bagaimanapun jua ia menyambut para penyerangnya, mengundang mereka untuk melakukan yang terburuk dan dengan demikian memberi pahala tempat yang tinggi baginya di surga. Karena tak dapat membuat ia kesal mereka meninggalkannya sendirian.
Diilhami oleh Roh Kudus, diperintahkan oleh Santa Perawan dan juga oleh pengalamannya sendiri, St. Dominikus menyebarkan doa Rosario selama sisa hidupnya. Dia mengajarkannya lewat teladan dirinya dan juga dengan khotbah-khotbahnya, di kota-kota dan di beberapa negara, bagi orang-orang kalangan tinggi dan rendah, dihadapan orang terpelajar maupun tidak berpendidikan, bagi umat Katolik maupun bidah.
Rosario, yang diucapkannya setiap hari, menjadi persiapannya untuk setiap khotbah dan komunikasi kecilnya dengan Bunda Maria seketika setelah berkhotbah.
Suatu hari ia harus berkhotbah di Notre Dame di Paris, dan itu terjadi saat pesta St. Yohanes Penginjil. Dia berada di sebuah kapel kecil di belakang altar utama sedang berdoa mempersiapkan khotbahnya dengan mendaraskan Rosario, seperti yang selalu dilakukannya, ketika Bunda Maria menampakkan diri kepadanya dan berkata: "Dominikus, meskipun apa yang engkau telah rencanakan untuk disampaikan sangatlah baik, aku membawakanmu khotbah yang jauh lebih baik."
Santo Dominikus mengambil buku yang disodorkan Bunda Maria, membaca khotbah dengan hati-hati, dan ketika ia telah mengerti dan merenungkannya, ia berterima kasih padanya.
Ketika saatnya tiba, ia naik ke mimbar, meskipun hari raya, ia tidak menyebutkan St. Yohanes selain mengatakan bahwa dia telah didapatkan layak menjadi pelindung dari Ratu Surga. Umat terdiri dari para teolog dan orang terkemuka lainnya, yang biasa mendengar ceramah yang tidak lazim dan dibuat-buat; tapi St. Dominikus mengatakan kepada mereka bahwa ia tidak akan memberi mereka ceramah, yang bijaksana di mata dunia, tetapi ia akan berbicara dalam kesederhanaan Roh Kudus dan keteladanannya yang kuat.
Jadi ia mulai berbicara tentang doa Rosario dan menjelaskan Salam Maria kata demi kata seperti menjelaskan kepada sekelompok anak-anak, dan menggunakan ilustrasi yang sangat sederhana yang berada di buku yang diberikan Bunda Maria kepadanya.
Kerusuhan sipil yang menyertai bid'ah menjadi perang berdarah, disisi Gereja dipimpin oleh Count Simon de Montfort. Bangsawan itu dan orang kudus kita benar-benar berjuang dari sudut sekuler dan klerik. Setelah kemenangan besar de Montfort di Muret di 1213, dimana Dominikus menghabiskan malam di gereja, inkuisisi diadakan untuk mengekspos para bidat yang membahayakan umat beriman. Dominikus terpilih sebagai kepala inkuisitor dan dia tidak sungkan-sungkan mengirim orang ke penyiksaan atau bahkan kematian saat ia menilainya layak. Dia bisa bersikap lunak juga, seperti pada satu kesempatan ketika ia bernubuat, bahwa seorang bidah akhirnya akan bertobat, dan bertahun-tahun kemudian itu sungguh terjadi.
Dominikus melihat perlunya sebuah biara untuk menerima wanita yang telah bertobat dan biaranya yang pertama, yaitu Bunda Maria dari La Prouille dekat Fanjeaux, menjadi tempat lahirnya Ordo baru. Para biarawan yang bergabung dengannya pada tahap awal ini sering berkumpul disini untuk berkaul, sampai akhirnya Paus Honorius III memberikan kepadanya semua izin yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah ordo baru, Ordo Pengkhotbah.
Dengan hasrat agar para biarawannya merangkul semangat kemiskinan dan matiraga, puasa besar bagi para biarawan — mulai dari pesta Salib Suci pada bulan September sampai Paskah — dimasukkan kedalam Peraturan Ordo. Sayangnya, banyak dari mereka yang telah bertobat dari bid'ah kambuh, dan khotbah terakhir Dominikus di La Prouille adalah panggilan atas turunnya pembalasan ilahi kepada orang yang keras kepala. Kemudian ia mulai mengirimkan biarawannya ke Italia, Prancis, Jerman, Polandia dan lebih jauh lagi untuk mendirikan biara-biara.
Tahun-tahun terakhirnya dihabiskan dalam perjalanan dari biara ke biara menasihati para biarawan dan biarawati untuk hidup seturut Aturan mereka. Dia meninggal di biara Bologna, pada usia lima puluh dua, tahun 1221.